Senin, 02 Februari 2015

Laki-Laki Pencatat Skor

Hai. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan di sini sebenarnya. Aku tidak tahu sedang apa dirimu ketika membaca surat ini, karena memang aku tidak terlalu tahu kebiasaan-kebiasaanmu. Tapi aku yakin, ketika menerima surat ini  mungkin kamu akan merasa aneh ketika membacanya.

Sudah berapa lama kita tidak lagi bertemu? Genap 30 hari kah? Atau mungkin malah lebih? Memang sudah lama sejak perkenalan itu, aku jarang sekali melihatmu berpapasan denganku.

Aku ingat betul saat itu. Ketika aku dan kamu masih sama-sama sibuk dengan tugas masing-masing panitia di lapangan bola. Aku yang mondar-mandir mengurusi team-team yang akan bermain, dan kamu dengan perhatian penuh kepada team-team yang sedang bertanding. Mencatat skor pertandingan tanpa banyak bicara seperti yang lain. Hari itu, aku baru melihat sosokmu. Laki-laki pencatat skor. Biar kamu panggil kamu seperti itu di sini. 

Aku tidak pernah tahu menahu tentang kamu. Dan awalnya aku memang tidak peduli denganmu. Walaupun, ketika aku duduk di bangku panjang itu, tepat di sebelahmu yang masih saja fokus pada kertas-kertas di hadapanmu. Ingat? Aku mengajak bicara kamu seperlunya, itupun karena kita harus bekerja sama. Aku memang memilih banyak diam pada saat itu, aku hanya tak ingin mengganggu kamu. Orang yang tak terlalu aku kenal. Namun, nyatanya kamu malah bertanya berbagai macam hal tentangku saat itu.

"Semester berapa?" 

Itu awal dari obrolan-obrolan kita. Hingga kamu mencari id lineku, kita berbincang hingga larut. Meski malam itu aku terlalu banyak mengeluh padamu tentang tugas-tugas yang membuatku hampir frustasi. Dan kamu menyelamatkan aku, meski tidak secara langsung. 

Hari kedua, masih di lapangan bola. Aku mendengar kamu menyukaiku lewat teman-temanmu. Secepat itukah? Dan kamu terlihat malu-malu sementara aku yang semakin membisu karena ulahmu. 

Mungkin, kali ini aku harus meminta maaf kepadamu. Mungkin bagimu, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi karena kita telah saling mengerti. Tapi perlu aku sampaikan, bahwa aku tidak terlalu suka caramu yang kekanak-kanakan. Ingat di tangga itu ? Ketika aku ingin terlebih dahulu menyapamu, sesuai kata-katamu, sesuai permintaanmu. Dan kamu, dengan mudahnya memalingkan wajahmu yang sebenarnya telah melihatku. 

Salahkah? Jika kenyataannya bukan kamu yang memenangkan hatiku? Tapi dia. Laki-laki itu. Maaf, aku telah mengecewakan kamu. Setidaknya, kita bisa berteman. Baiklah, aku tidak akan memaksamu, biar kita sama-sama menjadi dua orang asing lagi, seperti anak-anak ABG yang terlanjur sakit hati.

Sebelum aku menutup suratku ini, aku ingin berterimakasih atas kebaikan-kebaikan kamu, atas pertolongan kamu. Laki-laki pencatat skor, tak peduli berapapun nilaiku di matamu sekarang, entah sepuluh yang menjadi satu atau bahkan nol, aku benar-benar meminta maaf.

Dari aku,

yang tak bermaksud mengecewakanmu.






Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML