Rabu, 11 Januari 2017

Saatnya Berlabuh




Kau tak pernah bisa memaksa seseorang untuk berhenti membencimu, sebaik apapun sikapmu. Ia akan tetap benci. Begitupula dengan yang namanya cinta. Kau tak bisa memaksa seseorang untuk berhenti mencintaimu, semenyebalkan apapun sikapmu, ia akan tetap cinta.'

Selamat ulang tahun, Ren. 

Reno mengerutkan dahi ketika membaca surat di atas box ukuran 30x20 cm di depan pintu rumahnya. Seketika sekelebat bayangan mendarat dipikirannya, menebak-nebak siapa yang mengirim hadiah misterius tepat di hari ulang tahunnya yang ke 24 tahun. 

Sambil membuka bungkusan itu, ia berharap bahwa bukan perempuan itu lagi. Tangannya mendadak dingin, jantungnya berdebar. 

Ada satu buah buku berwarna putih, seperti novel tipis yang kurang lebih tak sampai 100 halaman. Satunya lagi adalah lukisan wajahnya di sebuah lingkaran kayu yang cukup tebal, dan sebuah sweater berwarna abu-abu. 

Ia tak menemukan tanda-tanda sang pengirim. Lalu dengan hati-hati ia ambil sebuah novel yang sangat asing baginya. Cover halaman novel putih, dengan tulisan hitam minimalis berjudul 'Sebuah Perjalanan

Di awal halaman tertera tulisan, 

'Teruntuk, Reno Herangga Putra'

Jantungnya seperti berhenti, ia menahan napas ketika membaca halaman berikutnya

Terimakasih telah menyempatkan waktu untuk membaca paragraf ini.  Aku berharap kamu berkenan untuk membaca paragraf berikutnya, hingga ke lembar selanjutnya sampai ke halaman terakhir. Aku tak tahu, kamu menyukainya atau tidak.

Tapi sungguh, ketika buku ini sampai di tanganmu, aku tak meminta apa-apa. Aku tak berusaha merebut duniamu kembali, aku tak berusaha mencari perhatianmu lagi. Buku ini aku tulis atas kecintaanku pada menulis. Dan aku merasa hidup ketika menuliskan sesuatu yang aku sukai, meski kadang melukai.
Kamu pernah dengar sederet kalimat ini?

‘ketika kau dicintai oleh seorang penulis, kau akan abadi di setiap paragraf tulisannya.”

Aku ingin mengabadikan kamu di sini, karena waktu akan berhenti, dan memori akan tergerus hari. Sebelum semuanya terjadi, izinkan aku melukiskan semua cerita yang sempat kita lalui. Mungkin, bila aku tak lagi bisa kau temukan, buku ini bisa menjadi bukti bahwa ada seseorang yang begitu mencintai, tapi tidak tahu bagaimana harus mempertahankan.
Kamu tidak perlu mengucapkan terimakasih, atau bertanya-tanya atas apa yang telah aku lakukan. Kita tak lagi bersapa, tapi lewat buku ini aku ingin bersuara.

Aku tak perlu tahu atas perasaanmu kepadaku, karena persoalan aku masih mencintaimu adalah urusanku. Masalah kamu mencintaiku atau tidak, aku tidak terlalu lagi peduli. Hal terpenting adalah mengetahui kamu bahagia dan tetap baik-baik saja.

Maaf jika ada kisah yang terlewat, hanya sepenggal, atau terlupakan. Harusnya kertas-kertas yang pernah memenuhi dinding kamarku tak ku berikan padamu, yang entah mungkin sekarang tersingkirkan atau sudah tak ada lagi karena kamu buang. Tak apa, apa yang kamu lakukan adalah wajar.

Mungkin aku yang sedang tak wajar.
Di akhir paragraf ini, aku berharap aku akan menertawakan ketololanku saat ini ketika telah bersama pasanganku kelak. Lebih baik seperti itu, daripada kita menangisi kebodohan kita di masa depan atas keputusan yang kini kita jalani.

Ini bukan mengulang masa lalu,
Aku hanya ingin kamu abadi
Di sini,
Selamat membaca,
Dari aku,
Perempuanmu (dulu)

Reno terpaku. Perempuan yang mati-matian ingin ia lupakan kembali lagi. Jika boleh jujur, dirinya masih menyayangi Diva. Hampir dua tahun lebih ia tak pernah menghubunginya, semua kontak, media sosial sudah tertutup untuk Diva, dan semua usahanya sia-sia.

Beberapa halaman telah Reno baca, dan kini ia duduk terdiam. Pikirannya berkecamuk, antara seperti menemukan sesuatu yang hilang, dan terjerat dengan ketiadaan. Dadanya sesak. Lalu ia memberanikan diri untuk menghubungi Diva kembali. Sudah saatnya ia memerdekakan rindu yang ia penjarakan selama ini. Untuk apa lama-lama bersembunyi? Padahal ia tahu, Diva adalah sebenar-benarnya tempat dia berpulang.
*** 
Handphone Diva bergetar di atas meja kerjanya. Satu panggilan masuk. Dadanya berdebar ketika mengeja nama yang tertera di layar ponselnya. Satu senyum lebar terlukis di bibirnya. Mungkin, sudah saatnya mereka berdua bersuara,
"Halo..."
***
In the fact I'm never worry to let you go, because I know that I will always have you back.

Read More




Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML