Minggu, 01 Februari 2015

Kepada yang Telah Lama Hilang

Ketika aku menuliskan paragraf  ini, malam masih begitu larut, dan pagi masih terlalu petang. Aku tak tahu mengapa sedini hari ini aku menuliskan sebuah surat untukmu. Ini sudah pukul 00.40 dan aku adalah aku yang tetap sama. Perempuan yang masih benar-benar terjaga di tengah malam. Andai ini adalah masa-masa itu, sudah ku pastikan kita sedang berbincang, baradu argumen, kemudian terbahak menyadari kebodohan masing-masing. 

Ini sudah lewat tiga tahun sejak masing-masing dari kita memutuskan untuk mengakhiri segalanya, walaupun tanpa disengaja. Dan aku, sekarang terlalu canggung untuk menyapamu lagi lewat sepucuk surat ini. Baiklah, mungkin seharusnya aku menanyakan kabar darimu terlebih dahulu. Atau mungkin tak perlu. Aku yakin kamu pasti baik-baik saja. Karena aku sudah meminta semesta menjaga laki-laki sebaik kamu lewat doa-doaku dulu.

Sebentar, tunggu sebentar. Aku ingin memastikan kamu masih mengingat aku. Aku adalah perempuan yang pernah kamu singgahi dunianya. Yang pernah kamu bolak-balikan jam tidurnya hanya untuk mendengarkan ceritamu sampai larut. Perempuan yang pernah menertawaimu saat kamu menyanyikan delapan lagu dengan petikan gitarmu. Perempuan yang selalu kamu sapa lewat obrolan maya. Ya, aku perempuan yang tak pernah kamu temui secara nyata. Perempuan yang sampai kini masih hafal ucapan-ucapan sederhanamu.

Aku yakin, kamu masih mengingatku, meski tak terlalu lekat seperti aku mengenangmu. Ehm, mungkin ini sudah terlambat, terlampau jauh jika memutar masa-masa itu. Kali ini, aku tak ingin mengungkit apapun. Jangan khawatir, tak ada rindu yang aku sisipkan di sini seperti yang sudah-sudah. Kita telah memilih kebahagiaan yang pernah kita genggam sebelumnya. Kamu dengan perempuanmu, dan aku dengan laki-lakiku. Meski kini tak lagi. Sudah ku lapangkan dadaku untuk perempuan yang telah memenangkan hatimu hingga detik ini.

Lewat surat ini aku ingin meminta maaf kepadamu, tentang malam itu. Tentang ketidakhadiranku pada tempat yang kamu tawarkan untuk bertemu. Aku meminta maaf kepadamu yang telah mengabaikan panggilan teleponmu berkali-kali. Aku terlalu takut pada waktu itu. Karena, selain penakut aku adalah perempuan yang terlalu pengecut.

Kamu tahu? Sepertinya Tuhan memang benar-benar tidak ingin mempertemukan kita. Pernah dulu, aku menyalahkan jarak yang terbentang sedemikian jauhnya, meski satu kota. Dan perlu kamu tahu, jarak kita kini hanya terhalang sebuah parit kecil yang memisahkan antara fakultasku dan fakultasmu. Aku pun tak menduga, keberadaan kita sekarang ternyata sedekat itu. Tapi lucunya, sekalipun kita tak pernah bertemu.
Sebenarnya, aku pun bisa menemui di clothing store-mu yang terletak di pinggir jalan raya tak jauh dari kampus. Sudah berkali-kali aku melewatinya, hanya saja aku tak ingin. Entah, lebih baik seperti ini. Biar waktu yang menemukan caranya sendiri untuk mendekatkan kita lagi sebagai dua orang yang baru. Tak apa jika baiknya seperti itu.

Kali ini, ku cukupkan suratku kepadamu. Oh ya, sampaikan salamku pada perempuan yang paling bisa membahagiakanmu. Itu jika kamu tak keberatan. Dan aku harap cintamu kepadanya, masih sebesar dulu seperti yang sering kamu ceritakan kepadaku. Sudah itu saja, aku tak ingin terlalu banyak berpesan padamu karena kamu sudah tahu apa yang terbaik bagimu.

Dari aku,
Yang tidak lagi merindu. 
 



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML