Rabu, 11 Oktober 2017

Terlambat

 Ada saatnya semesta menyadarkan kita, ia adil dalam memberikan luka.


"Keyla?"

Dia menoleh sambil membenarkan barang belanjaan yang memenuhi tangannya. Kedua matanya membesar, mungkin kaget melihat laki laki di hadapannya kini. 

Aku tersenyum, meski ia terlihat canggung. 

"Gerry? Sama siapa?"

Lalu kami menyusuri jalanan malioboro yang tak pernah sepi oleh pejalan kaki. Ia lebih banyak diam, dan aku dengan ketololanku masih bingung mencari obrolan cocok untuk mencairkan suasana, meski banyak tanda tanya yang menggantung di kepala. 

"Kerja di mana sekarang Key?"

"Di agency advertising Jakarta, kamu sendiri?"

"Coba tebak?"

"Apa? Kontraktor? Juragan minyak?" 

Aku tertawa. Dia tertawa. 

"Aku jadi wartawan foto sekarang" aku menunjukkan beberapa hasil fotoku lewat kamera dslr yang sedari tadi menggantung di leherku. Ia menggangguk, dan mengamati sebentar. 

Seperti langit dan bumi. Kami jauh berbeda. Aku yang suka berpetulang, dan dia bukan orang lapangan. 

"Jadi, kamu udah keliling Indonesia dong? Secara kamu kerja di media travelling?" 

Aku tersenyum, "yaa bisa dibilang begitu, tahun lalu aku sempat ke Belanda ada tawaran kerja di sana." 

Belanda. Tempat yang ia impikan dulu. Masa yang pernah ada dan masih ku ingat hingga kini. Aku tahu, ia sangat tertarik obrolan ini. Ia melongo, takjub melihatku.

"Wow, enak banget. Aku belum kesampaian ke sana. Asyik ya jadi kamu,"

Aku terdiam. Mencari cari apa asyiknya jadi aku. Berkelana, melihat dunia, tapi setelahnya, aku tak tahu harus pulang ke mana. 

"Hmm mama kamu gimana? Baik?" tanyanya lagi.

Aku hanya bisa menghela napas, "InshaAllah baik Key, dijaga Tuhan di surga"

Langkah Keyla terhenti. Lalu menghadap aku, matanya berkaca-kaca,

"Aku minta maaf Ger, aku gatau kabar itu. Turut berduka cita ya," Ia mengelus pundakku. 

Rasanya aku ingin luluh dalam rengkuhnya detik itu juga. Ingin kembali ke lima tahun yang lalu saat peluknya masih ada untukku. 

Seandainya bisa, aku ingin memperbaiki semuanya, aku adalah laki laki pengecut yang menorehkan luka pada Keyla. Aku yang meninggalkan dia, aku yang pergi tak ingin ditemui. 
Tapi setelah aku berhasil lepas kemudian mencari, tak kutemukan perempuan yang lebih baik lagi.  

Dan malam ini, sepertinya semesta sedang kompak berkolaborasi dengan hati. Setelah puluhan tempat aku singgahi, tapi di sini, aku menemukan dia lagi, di kota aku dan Keyla pertama kali dipertemukan. Tapi apakah semuanya bisa aku perbaiki?

"Hotel kamu masih jauh? Mau naik becak aja?" 

"Enggak usah, aku lebih suka jalan kaki," sahut Keyla di sampingku. 

Tubuhnya yang mungil, matanya yang besar, senyumnya yang lebar, ini adalah perempuan yang pernah mencintaiku begitu sabar dengan segala kekurangan yang aku miliki. Tapi, pantaskah aku meminta kembali? 

"Key?"

"Ya?" Ia mendongak melihatku

"Maafin aku yang dulu ya," suaraku lirih

"Udah, lupain aja, bukannya semuanya nggak bisa dipaksa?"

Aku tersenyum. 

"Aku jahat banget sama kamu dulu."

"Emang," dia tertawa

Aku semakin mati kutu. Ingin menampar diriku sendiri berkali kali detik ini.

"Key?"

Sebelum menjawab handphone Keyla bergetar, ia mengambil dua langkah di depanku, lalu bercakap terburu dengan orang diseberang telepon. Lalu Keyla menghampiriku setelah menyelesaikan obrolannya. 

"Yuk, hotelku di gang ini. Kamu mau ke mana?"

"Nganterin kamu dulu aja"

Aku lihat pipinya bersemu merah. Wajahnya yang salah tingkah selalu bisa ku tebak karena sedari dulu tak pernah berubah. 

"Key?"

"Ya?"

"Maafin aku ya?"

"Iya Ger, gimana sama perempuan itu dulu? Yang pernah menggantikan aku?" 

Aku terdiam. Menggeleng. Dasar laki laki brengsek. Dan sejujurnya, aku tidak pernah mencintai perempuan lain sebaik aku mencintai Keyla meski aku pernah mendua. 

Key, tidak ada yang pernah menggantikan kamu. Tidak ada yang pernah mencintaiku sebesar dan sesabar kamu.Tidak ada aku lagi yang mencintai perempuan lain, sebanyak aku mencintaimu, dulu. 

Aku larut dalam pikiranku sendiri, semuanya berkecamuk jadi satu. 

"Sampai Ger. Makasih ya udah mau nganterin." 

Ah cepat sekali, aku ingin jalanan malioboro lebih panjang 10 kali lipat daripada ini. Aku mengangguk. 

Kami sama sama canggung lagi dengan perpisahan kali ini. Terlalu banyak yang ingin ku katakan. 
Aku ingin kembali menebus kesalahanku. Aku ingin mengatakan aku menyayanginya.

"Hai" 

Aku tersentak. Tiba tiba ada laki laki datang menghampiri kami lalu merangkul Keyla. 

"Kenalin, ini temen aku, Gerry"
Aku menyambut uluran tangannya. Aku terkesiap.
"Ger, ini tunanganku."

Sekejap kebisingan malioboro hening seketika. Semuanya beku, aku mematung. Napasku seperti terhenti.

"Seminggu lagi kami menikah, kalau kamu bersedia, undangannya aku kirim ke rumah kamu," Keyla tersenyum. Senyumnya tak lagj manis.

Aku menelan ludah. Ku anggukan kepalaku dengan susah payah. Otakku seperti tak ingin bekerja. Semua berceceran karena baru saja meledak.

"Yaudah. Makasih Ger.aku ditunggu keluargaku di kamar."

Tunangannya tersenyum ke arahku.
Mereka berbalik badan masuk ke hotel tempat mereka menginap.
Dan kakiku
Terpaku.
Dunia menertawakanku.

Read More




Senin, 09 Oktober 2017

Selamat, tampan

Beraninya kamu,

Merindukan aku

Tapi

Bibirmu masih mengecup keningnya

Sepasang lenganmu

masih memeluknya

Beraninya kamu,

diam-diam memperhatikanku

di saat dia sedang gelisah menunggu kabarmu

Selamat tampan,

Kau sedang mencetak rekor terburukmu
Read More




Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML