Jumat, 24 November 2017

Ambisi


"Terlalu pengen, terlalu ambisi untuk mendapatkan sesuatu membuat kita lupa, sebenarnya manusia tugasnya cuma berusaha dan bertawakal. Tapi ketika kita tidak memiliki ambisi, kita tidak akan merasa kalah dan tertinggal daripada orang lain"

Baru aja saya nonton videonya Gita Savitri tentang opininya yang berjudul cita-cita. Lalu setelah menonton itu semua, saya tersenyum. Akhirnya, ada yang menyuarakan pendapat saya. Akhirnya saya menemukan orang yang sepemikiran sama dengan saya setelah saya merasa tersisih dari pendapat pendapat yang menyudutkan jawaban saya ketika ditanyai cita-cita.

Saya, tipikal orang yang tidak tahu saya mau jadi apa, besok harus kerja di mana atau semacamnya. Serius. Saya bukan orang yang visioner, yang penuh dengan ambisi dan berbagai planning untuk mewujudkan itu. Awalnya saya khawatir melihat beberapa teman, dan orang terdekat sudah merencanakan hidupnya. Yang tau sepuluh tahun lagi akan jadi apa. Yang telah menyiapkan planning A sampai Z.

Saya salut dengan orang-orang visioner yang berani dengan segala ambisinya, yang tahu mau dibawa ke mana arah hidupnya. Dibanding saya, yang hanya menjalani apa yang ada. Ada yang bilang,

"Hidup tuh jangan  mengalir kayak air, kamu nggak punya pegangan,"

"Cuma ikan mati aja yang berenang ikut arus,"

atau yang lebih parah lagi,

"Tai dong, mengalir di air."

Emang salah ya? kalau saya menjalani hidup saya dengan seperti itu? Sejauh saya tidak melenceng dari aturan, sejauh saya berikhtiar dan berusaha sebaik mungkin hari ini. Karena yang menjadi pegangan saya sampai detik ini adalah,

"Ketika kamu melakukan yang terbaik, Tuhan akan memberikan hal yang paling baik pula,"

Ketika saya selalu berusaha, bekerja keras meskipun saya nggak tahu di ujung perjalanan saya akan menjadi apa, saya percaya, Tuhan akan mengarahkan saya ke tempat yang benar, tempat yang layak atas segala usaha saya.

Ibarat air, saya akan diberi muara yang bersih. Bukan kubangan, atau sungai kotor.

Saya berada di titik ini, menjadi mahasiswa Komunkasi Undip sejujurnya bukan keinganan saya. Bukan cita-cita saya. Entah, jika menoleh ke belakang, catatan perjalanan saya itu tanpa saya rencanakan. Saya tidak berekspektasi akan masuk SMP favorit, saya tidak berekspektasi masuk SMA RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional), dan saya tidak berkespektasi akan masuk Komunikasi Undip, dapat bersaing dengan puluhan ribu orang di luar sana, dan mendapatkan dengan jalur undangan.

Meskipun saya menjalani apa yang bukan rencana dan keinginan saya, saya merasa saya selalu berada di jalan yang tepat, karena saya bisa menikmatinya. Kini, saya sangat bersyukur dan dapat menikmati status saya sebagai mahasiswa Komunikasi.

Demi Allah, saya tidak pernah merencanakan setiap pencapaian-pencapaian saya. Seperti yang Gita bilang, ketika kita tidak memiliki ekspektasi dan ambisi, kita tidak akan merasa ketinggalan dengan orang lain. Kita tidak akan membanding-bandingkan dengan pencapaian orang lain dan kecewa karena sebelumnya kita tidak berkespektasi apa-apa. Yang ada, ketika kita berada di titik itu, hati kita akan dipenuhi rasa syukur teramat sangat.

Saya tahu, orang yang memiliki ambisi itu tidak buruk. Bagus karena mereka memiliki semangat dan motivasi yang tinggi. Tapi saya tahu betul, lelahnya menjadi orang yang memiliki ambisi tinggi ketika apa yang dicapai tidak sesuai ekspektasi.

Karena saya dekat dengan orang orang tesebut.

Saya ingat, ketika jawaban saya ditertawakan oleh orang yang pernah paling dekat dengan saya, dulu. Ketika ia menyalahkan prinsip saya. Ketika ia tidak membenarkan pilihan saya menjalani hidup. Ketika baginya, hidup itu harus terencana.

Dan saya masih ingat, saya melihat dia sangat terpukul sampai harus memeluknya, melihat ia menangis di depan saya, melihat segala keputusasaan dirinya, karena hasil yang ia terima tidak sesuai ekspektasi.

Ya, jadi begitulah. Tidak apa-apa sebenarnya, jika kamu tidak tahu mau jadi apa kelak. Tapi kamu sebenarnya harus tau, kamu dilahirkan di dunia ini untuk apa.
Karena setidak tahunya saya akan jadi apa kelak, saya punya keinginan untuk berbagi ilmu dengan anak-anak yang tidak seberuntung saya. Berbagi apa-apa yang saya punya, untuk memperbaiki kehidupan ini.

Memang, kata Gita, impian seperti itu terlalu abstrak, dan nggak realistis. Tapi, jangan lupa, Tuhan  Insha Allah akan selalu memberikan jalan, seabstrak apapun keinginan dan cita-cita kita, selama itu baik.

Jangan takut miskin atau kekurangan, karena kita punya Tuhan yang menjamin hidup kita. Balik lagi, ketika kita melakukan yang terbaik, Tuhan akan memberikan hal yang paling baik.
\



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

1 komentar:

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML